Realisasi Investasi di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengalami kenaikan di tahun 2023. Dari target sebesar Rp 4,66 triliun, realisasi investasi di Tangsel Tembus Rp 7,4 triliun.
"Realisasi investasi di Tangsel tahun 2023 mengalami peningkatan sebesar Rp 7,4 triliun atau 160,2 persen dari target yang hanya Rp 4,66 triliun," ujar Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Tangerang Selatan, Maulana Prayoga Utama, kepada wartawan, Sabtu (3/2/2024).
Yoga mengatakan realisasi investasi yang melebih target tersebut terdiri dari Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 1,2 triliun dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) senilai Rp 6,2 triliun. Disebutkan rincian PMA dari sektor jasa meliputi kesehatan, pendidikan, jasa konsultan, pariwisata, olahraga dan sebagainya sebesar Rp 288,4 miliar.
Selain itu, Yoga menyebut dari sektor perdagangan dan reparasi sebesar Rp 227,1 miliar, sedangkan sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi sebesar Rp 200 miliar.
"Sektor hotel dan restoran 187,4 miliar. Dan sektor perumahan kawasan industri dan perkantoran sebesar 83,6 miliar," tuturnya.
Sedangkan dari PMDN, meliputi sektor jasa yang terdiri dari kesehatan, pendidikan, jasa konsultan, pariwisata, olahraga dan sebagainya sebesar Rp 2,460 triliun. Sektor perumahan kawasan industri dan perkantoran senilai Rp 1,516 triliun, lalu sektor perdagangan dan reparasi sebesar Rp 987 miliar.
"Lalu sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi senilai 314,6 miliar, sektor konstruksi sebesar 307,5 miliar," ujarnya.
"Dari PMA dan PMDN yang lebih mendominasi Investasi Tangsel adalah sektor jasa lainnya seperti kesehatan, pendidikan, jasa konsultan, pariwisata dan lainnya," sambungnya.
Yoga juga menjelaskan data investor asing yang menanamkan modalnya di Tangsel berasal dari 10 negara pada tahun 2023.
"Ada Singapura, Tiongkok, India, Hongkong, Jerman, Jepang, Malaysia, Korsel, Belanda, dan Spanyol," katanya.
menurut data BPS provinsi banten, tingkat pengangguran dari tahun 2021 sampai 2023 menurun
Penduduk memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah. Menurut berbagai literatur ekonomi kependudukan,
jumlah penduduk yang bertambah banyak akan berdampak positif terhadap pembangunan ekonomi. Penduduk yang bertambah ini akan memperbesar jumlah tenaga kerja dan sekaligus meningkatkan jumlah produksi.
Selain itu,
akibat pendidikan, latihan dan pengalaman kerja, kemahiran penduduk menjadi semakin berkembang sehingga produktivitasnya akan meningkat. Dengan produktivitas yang meningkat, jumlah produksi akan tumbuh lebih cepat dari pertambahan tenaga kerja. Dampak positif lain yang timbul dari perkembangan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi, bersumber dari pertambahan luas pasar. Dimana, besarnya luas pasar dari barang-barang yang dihasilkan dalam suatu perekonomian, salah satunya bergantung kepada jumlah penduduk. Apabila penduduk bertambah, dengan sendirinya luas pasar akan bertambah pula.Oleh karena itu, perkembangan penduduk akan menimbulkan dorongan
kepada pertambahan dalam produksi dan tingkat kegiatan ekonomi. Di sisi lain, jumlah penduduk yang besar memerlukan kebutuhan hidup yang besar pula. Bila terjadi kendala dalam pemenuhan kebutuhan hidup, akan menimbulkan berbagai masalah yang dapat mengganggu kesejahteraan masyarakat. Misalnya, penyediaan pangan yang tidak mencukupi dapat menimbulkan terjadinya kelaparan dan resiko meningkatnya jumlah kematian penduduk. Ketersediaan pemukiman yang tidak mencukupi, mengakibatkan munculnya pemukiman-pemukiman liar, kumuh dan tidak layak.
Masalah lain yang dapat muncul, adalah terjadinya gangguan keamanan akibat maraknya aksi tindakan kriminalitas yang dipicu oleh kurangnya lapangan pekerjaan. Menurunnya tingkat kesehatan masyarakat, akibat sarana kesehatan yang kurang memadai, serta rendahnya kualitas sumber daya
manusia karena sarana pendidikan yang terbatas. Selain jumlah penduduk yang besar, ketimpangan komposisi dan sebaran penduduk juga menjadi masalah serius yang harus segera ditangani oleh
pemerintah. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah terkait masalah kependudukan, harus dipilah sedemikian rupa sehingga berdampak positif terhadap perkembangan ekonomi dan wilayah secara keseluruhan. Dengan demikian, kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan.
Jumlah, Laju Pertumbuhan Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Hasil proyeksi penduduk yang dihitung menurut SP 2020, menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan pada tahun 2023 mencapai 1.391.649 juta jiwa. Berarti, Kota Tangerang Selatan menjadi kabupaten/kota
dengan populasi terbanyak kelima di Provinsi Banten, setelah Kabupaten Tangerang (3,36 juta), Kota Tangerang ( 1,95 juta), Kota Serang (1,68juta) dam Kabupaten Lebak (1,43 juta). Laju pertumbuhan penduduk Kota Tangerang Selatan, terus mengalami perlambatan dari tahun 2021 hingga 2023 Namun demikian, kepadatan penduduk di Kota Tangerang Selatan terus mengalami peningkatan dari tahun 2020 hingga 2023. Pada tahun 2022, kepadatan penduduk di Kota Tangerang Selatan sebesar 9.367 jiwa per km2 sedangkan pada tahun 2023 sebesar 9.455 jiwa per km2
.
Tingginya tingkat kepadatan penduduk, tentunya menimbulkan persoalan tersendiri bagi Kota Tangerang Selatan. Hal ini karena dalam proses perencanaan dan penentuan kebijakan pembangunan, akan semakin banyak lagi yang perlu dipertimbangkan. Khususnya, dalam hal penyediaan berbagai
sarana dan prasarana perumahan, pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum.
Betapapun juga, tingginya laju pertumbuhan penduduk di suatu wilayah secara teoritis dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni fertilitas, mortalitas dan migrasi. Akan tetapi, faktor yang paling dominan bagi tingginya laju pertumbuhan penduduk Kota Tangerang Selatan adalah migrasi. Migrasi
menjadi faktor dominan karena Kota Tangerang Selatan menjadi salah satu daerah tujuan migrasi utama di Indonesia, akibat perannya sebagai daerah hinterland bagi DKI Jakarta.
Sementara itu turunnya rasio jenis kelamin ini menjadi penanda bahwa proporsi penduduk laki-laki dalam struktur penduduk Kota Tangerang Selatan telah mengalami penurunan. Salah satu penyebabnya, kemungkinan adalah berkurangnya jumlah bayi laki-laki yang dilahirkan, seperti yang sebelumnya
sudah terjadi di negara-negara maju. Menurut para peneliti dari Universitas Exeter dan Universitas Oxford, gaya hidup modern dengan pola makan rendah kalori, dapat menjelaskan mengapa
jumlah bayi laki-laki yang lahir di negara-negara maju menjadi berkurang. Hal ini karena tingginya kadar kalori yang dikonsumsi oleh wanita yang sedang berusaha untuk hamil, akan lebih meningkatkan peluang mereka dalam melahirkan anak laki-laki (BBC Indonesia, 2008). Di sisi lain, menurunnya proporsi penduduk laki-laki, secara teori juga disebabkan oleh lebih banyaknya laki-laki yang meninggal setiap tahun, dibandingkan perempuan. Penurunannya ini sejalan dengan meningkatnya
kelompok umur penduduk. Oleh karena itu, semakin tua usia kelompok umur, proporsi penduduk laki-laki akan semakin berkurang. Bahkan, pada usia dewasa (40 – 54 tahun), usia tua (55 – 64 tahun) dan usia lanjut (65 tahun ke atas), jumlah perempuan cenderung lebih banyak daripada laki-laki.
Dalam banyak literatur juga ditemukan bahwa naik atau turunnya proporsi penduduk laki-laki atau rasio jenis kelamin, berkaitan erat dengan fenomena migrasi. Dalam arti, daerah tujuan migrasi yang memerlukan banyak tenaga kerja laki-laki, seperti di daerah pertambangan, rasio jenis kelaminnya akan
meningkat dan dengan besaran tetap di atas 100. Sementara daerah yang ditinggalkan pergi merantau oleh para laki-laki, rasio jenis kelaminnya akan menurun dan bahkan cenderung berada di bawah 100.
Angka Beban Ketergantungan dan Bonus Demografi Angka beban ketergantungan atau rasio ketergantungan (Dependency Ratio) merupakan salah satu indikator kependudukan yang penting, karena dapat menggambarkan dampak dari keberhasilan pembangunan dalam berbagai
bidang. Semakin besar angkanya, menunjukkan semakin tinggi pula beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif (usia 15-64 tahun), dalam membiayai hidup penduduk yang belum produktif (usia 0-14 tahun) dan tidak produktif lagi (usia 65 tahun ke atas). Sebaliknya bila semakin kecil, beban
yang ditanggung menjadi lebih ringan.
Komposisi penduduk Kota Tangerang Selatan terlihat didominasi oleh penduduk usia produktif. Bahkan, persentasenya juga terus meningkat hingga menjadi 71,40 persen pada tahun 2023 (Tabel 1.2). Dengan demikian, Kota Tangerang Selatan memiliki penduduk usia produktif yang cukup banyak dan
sangat potensial untuk digunakan sebagai modal dasar dalam membangun daerahnya.
Kesehatan dan Gizi masyarakat kota tangerang selatan
Derajat atau tingkat kesehatan masyarakat merupakan indikator penting dalam menggambarkan kualitas pembangunan manusia suatu wilayah. Semakin sehat kondisi suatu masyarakat, akan semakin mendukung proses dan dinamika pembangunan ekonomi wilayah tersebut, khususnya dalam
meningkatkan produktivitas penduduk. Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Pemerintah Provinsi Banten telah menetapkan strategi dan arah kebijakan pembangunan bidang kesehatan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2005-2025. Dalam hal ini, derajat kesehatan masyarakat akan ditingkatkan melalui program peningkatan mutu pelayanan kesehatan, peningkatan
kesehatan masyarakat, serta pencegahan dan pengendalian penyakit. Sasaran dan tujuan dari berbagai program bidang kesehatan di atas adalah untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan publik, meningkatkan kualitas pelayanan, menurunkan prevalensi
gizi buruk dan gizi kurang, menurunkan angka kematian ibu dan anak, serta meningkatkan umur harapan hidup. Adapun upaya yang sudah dilakukan Pemerintah melalui program-program
bidang kesehatan, antara lain adalah menyediakan sumber daya kesehatan yang kompeten dan mendistribusikan tenaga kesehatan secara lebih merata, meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan melalui pembangunan dan peningkatan status rumah sakit daerah, meningkatkan cakupan dan mutu
puskesmas/pustu, polindes dan posyandu, serta meningkatkan cakupan jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat tidak mampu.
Derajat dan Status Kesehatan Penduduk di kota tangerang selatan
Menurut WHO, sehat adalah keadaan sejahtera secara fisik, mental dan sosialyang merupakan satu kesatuan, bukan hanya terbebas dari penyakit maupun cacat. Sejalan dengan definisi tersebut, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa sehat adalah keadaan sejahtera, baik
secara fisik, mental, spritual maupun sosial, yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga menegaskan
bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia dan warga negara, sehingga pemenuhannya menjadi tanggungjawab pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya untuk mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan melalui peningkatan derajat kesehatan masyarakat atau
penduduk yang setinggi-tingginya. Salah satu indikator derajat kesehatan penduduk adalah status kesehatan. Status kesehatan mampu memberikan gambaran mengenai kondisi kesehatan penduduk pada waktu tertentu. Status kesehatan penduduk menjadi satu dari beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi tingkat produktivitas penduduk. Status kesehatan penduduk secara keseluruhan dapat dilihat dengan menggunakan indikator angka kesakitan. Angka kesakitan (morbidity rate) adalah angka yang menunjukkan jumlah penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, hingga mengakibatkan
terganggunya aktivitas sehari-hari. Berdasarkan hasil Susenas 2023 seperti yang disajikan pada Tabel 2.1, angka kesakitan penduduk Kota Tangerang Selatan mencapai 4,13 persen, atau menurun dibandingkan tahun 2022. Penurunan ini menjadi penanda bahwa status kesehatan masyarakat Kota
Tangerang Selatan mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
Dari sisi jenis kelamin, angka kesakitan perempuan dan laki-laki pada tahun 2023 tidak jauh berbeda. Apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, angka kesakitan perempuan mulai menurun. Ada kemungkinan hal ini disebabkan oleh ketahanan tubuh perempuan yang lebih baik. Sementara itu umur harapan hidup yang merupakan indikator utama derajat kesehatan masyarakat, adalah rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup. Secara teori, semakin baik kesehatan seseorang maka kecenderungan untuk bertahan hidup akan semakin tinggi.
Sebaliknya, semakin buruk kesehatannya maka umur kehidupan orang tersebut akan semakin pendek.
Ada keterkaitan antara umur harapan hidup dan mortalitas. Saat mortalitas rendah, umur harapan hidup akan meningkat. Demikian pula sebaliknya. Mortalitas sendiri adalah ukuran jumlah kematian yang terjadi pada suatu populasi. Banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya mortalitas ini,
antara lain yaitu penyakit, tingkat kriminalitas yang tinggi dan sanitasi lingkungan yang buruk
Umur harapan hidup (UHH) penduduk Kota Tangerang Selatan pada tahun 2022 telah mencapai 72,74 tahun. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2021 (Tabel 2.2). Kondisi yang demikian menjadi penanda bagi meningkatnya derajat kesehatan, sekaligus tingkat kesejahteraan masyarakat.
Bila dibandingkan antara penduduk laki-laki dan perempuan, terlihat bahwa perempuan memiliki UHH yang lebih tinggi. Berarti, secara rata-rata perempuan hidup lebih lama dari laki-laki. Salah satu penyebabnya adalah karena perempuan lebih kuat menghadapi penyakit jantung. Sementara
kecenderungan perkembangan penyakit jantung dan risiko meninggal karena penyakit ini, paling cepat pada usia 30-an dan 40-an dimiliki oleh laki-laki. Adapun untuk perempuan, perkembangannya membutuhkan waktu 10 tahun lebih lama (BPS Provinsi Banten, 2020b).
Selain harapan hidup yang panjang, peningkatan kualitas atau derajat kesehatan masyarakat juga harus tercermin dari menurunnya tingkat kematian. Sementara itu tingginya umur harapan hidup perempuan, sudah seharusnya didukung oleh rendahnya tingkat mortalitas penduduk perempuan.
Adapun relatif lebih rendahnya umur harapan hidup laki-laki, harus ditopang oleh tingkat mortalitas yang lebih tinggi dari laki-laki. Tingkat Imunitas dan Gizi Balita ASI merupakan makanan pertama bayi yang paling berperan penting dalam proses tumbuh kembang anak. ASI memiliki manfaat jangka panjang yang sangat baik, karena ASI adalah nutrisi terbaik dan terlengkap, serta mengandung protein dan gizi yang berkualitas tinggi. ASI juga mengandung zat antibodi yang sangat berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi, melindungi tubuh bayi dari alergi dan diare, serta penyakit infeksi dan penyakit lainnya. Demikian pentingnya pemberian ASI bagi bayi, sehingga World Health Organizations (WHO), merekomendasikan kegiatan berupa proses inisiasi menyusui dini. Kegiatan ini lebih dikenal sebagai Program Inisiasi Menyusui Dini (PIMD), yang dijalankan selama satu jam pertama kehidupan awal bayi. Proses inisiasi tersebut dilakukan dengan cara menempatkan bayi di dada ibunya, segera setelah bayi keluar dari jalan lahir. Bayi ini kemudian akan secara alami, mencari puting ibunya untuk menghisap ASI. Banyak sekali manfaat yang didapat dari proses IMD ini. Di antaranya adalah memberikan peluang kepada bayi untuk mendapatkan kolostrum, membuat bayi menjadi tenang, mengurangi angka kematian bayi, meningkatkan kesehatan dan daya tahan tubuh bayi, lebih menstabilkan napas bayi, dan menunjang keberhasilan pemberian ASI eksklusif, serta membantu ibu untuk pulih lebih cepat. Disamping itu, bukti menunjukan bahwa kulit bayi yang bersentuhan langsung dengan kulit ibunya, segera setelah lahir ke dunia, dapat membangun
keintiman yang lebih dalam dengan sang ibu. Proses ini juga membantu bayi tetap merasa hangat setelah keluar dari rahim (Alodokter, 2018). Sementara itu menurut Septiaputri (2018), kolostrum adalah air susu pertama yang dikeluarkan payudara pada masa kehamilan. Kolostrum sangat cocok untuk makanan pertama bayi karena sangat mudah dicerna. Beberapa manfaat kolostrum adalah:
• Dapat mencegah infeksi pada bayi. Kolostrum kaya akan sel darah putihyang melawan infeksi bakteri dan virus. Bayi yang diberi kolostrum tidakrentan terkena pneumonia, bronkitis, flu, infeksi perut, dan penyakit infeksi lainnya.
• Mencegah bayi kuning pasca persalinan. Kolostrum membantu tubuh dalam mengurangi bilirubin, sehingga bayi tidak mengalami ikterus atau penyakit kuning.
• Membantu perkembangan organ pencernaan bayi. Kolostrum bermanfaat untuk mempersiapkan sistem pencernaan agar dapat mencerna susu matang yang diproduksi payudara Anda nantinya. Selain PIMD, pemerintah juga menganjurkan agar seorang ibu dapat memberikan ASI ekslusif kepada bayi sejak dilahirkan sampai 6 bulan ke depan, tanpa menambahkan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Setelah bayi berusia 6 bulan ke atas, baru dilanjutkan bersama makanan tambahan dan ASI tetap diberikan hingga usia 2 tahun, agar diperoleh kekebalan yang lebih kuat.
Berdasarkan data yang ada pada Tabel 2.3, diketahui bahwa anak berusia kurang dari 2 tahun di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2022 yang pernah disusui sebanyak 88,52 persen. Angka ini mengalami penurunan dari tahun 2021, yang mencapai 88,84 persen. Sementara itu, rata-rata lama disusuinya
juga menurun dari 9,9 bulan menjadi 9,8 bulan. Menurunnya baduta yang pernah disusui dimungkinkan karena semakin meningkatnya partisipasi kerja
pendidikan di kota tangerang selatan
Pendidikan merupakan salah satu modal penting bagi seseorang dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Melalui pendidikan, seseorang dapat memperoleh berbagai macam informasi dan ilmu pengetahuan yang sangat berguna untuk dirinya, serta dapat dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat. Selain itu, dengan pendidikan yang dimilikinya, seseorang diharapkan akan memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Mengingat pentingnya peranan pendidikan ini, maka pembangunan bidang pendidikan yang dilaksanakan harus mencakup peningkatan pendidikan formal dan non formal. Pembangunan bidang pendidikan juga memerlukan peran serta aktif dari semua pihak, yang dalam hal ini adalah pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian, semua program peningkatan pendidikan dapat
berjalan lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Tujuan pembangunan bidang pendidikan sendiri adalah meningkatnya akses masyarakat terhadap pendidikan dan peningkatan mutu atau kualitas
pendidikan yang diselenggarakan. Meningkatnya akses terhadap pendidikan ini, antara lain ditandai oleh naiknya angka partisipasi sekolah pada semua jenjang pendidikan. Implikasinya, ketersediaan sekolah atau kelas dan kemudahan untuk mengaksesnya, mutlak diperlukan bagi peningkatan angka
partisipasi sekolah tersebut. Sementara itu ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan sangat berpengaruh terhadap kualitas layanan pendidikan yang diselenggarakan. Dalam hal ini, salah satu yang terpenting adalah ketersediaan tenaga pendidik yang mencukupi dan brutalities. Ketersediaan tenaga pendidik yang mencukupi dapat diketahui dari indikator rasio murid-guru dan rasio murid per
kelas. Adapun tenaga pendidik berkualitas setidaknya dapat dilihat dari tingginya kualitas guru yang mengajar.
Angka Melek Huruf
Melek huruf adalah kemampuan untuk membaca dan menulis. Lebih detail lagi adalah konsep dari UNESCO, yang menyatakan bahwa melek huruf adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, mengerti, menerjemahkan, membuat, mengkomunikasikan dan mengolah isi dari rangkaian teks yang terdapat pada bahan-bahan cetak dan tulisan yang berkaitan dengan berbagai situasi. Sementara itu Angka Melek Huruf (AMH) adalah persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis, serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari. AMH sangat berkaitan erat dengan
Angka Buta Huruf (ABH). Semakin tinggi AMH, menunjukkan semakin rendahnya ABH. Baik AMH maupun ABH, dapat digunakan untuk melihat capaian keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf. Program pemberantasan buta huruf, sebenarnya sudah berjalan sejak jaman kemerdekaan, namun dalam perjalanannya terjadi pasang surut. Bahkan dalam sejarahnya, Indonesia pernah memproklamirkan telah bebas buta huruf. Namun karena tidak dipergunakan, membuat banyak orang yang sudah melek huruf kembali menjadi buta huruf. Program pemberantasan buta huruf ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis huruf latin, kemampuan berhitung, serta
berketerampilan. Dengan kemampuan tersebut, memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi dengan lebih baik, sehingga dapat memecahkan persoalan sehari-hari. Selain itu, juga untuk menciptakan tenaga kerja lokal yang potensial, agar mampu mengelola sumber daya di lingkungannya.
AMH Kota Tangerang Selatan pada tahun 2023 mencapai 99,64 persen. AMH Kota Tangerang Selatan pada tahun 2023 mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun 2022 (Gambar 3.1). Meskipun sedikit, namun peningkatannya itu menunjukkan bahwa angka buta huruf masyarakat telah
mengalami penurunan. Implikasinya, kualitas SDM Kota Tangerang Selatan dari sisi pendidikan sudah meningkat, walaupun minimal hanya dapat membaca dan menulis. Kemampuan membaca dan menulis huruf latin di Kota Tangerang Selatan dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan hasil yang cukup bagus. Pada tahun 2023, sebanyak 99,64 persen penduduk usia 15 tahun ke atas mempunyai kemampuan membaca dan menulis huruf latin.
Diamati menurut jenis kelamin, kemampuan membaca dan menulis penduduk Kota Tangerang Selatan, lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan, meskipun tetap di bawah 100 persen (Gambar 3.2). Pada tahun 2023, terdapat 99,79 persen penduduk laki-laki yang mempunyai kemampuan membaca dan
menulis. Nilai ini berada di bawah 100 persen, sehingga dapat dikatakan bahwa masih terdapat kasus buta huruf di Kota Tangerang Selatan, dan yang terbanyak justru menghinggapi kaum perempuan. Terkait perempuan yang buta huruf, menurut Kusnadi dalam Statistik Pendidikan 2012 (BPS, 2013b), dapat menimbulkan efek negatif terhadap generasi kedua. Hal ini karena ibu yang buta huruf cenderung kurang memiliki pengetahuan terhadap berbagai kebutuhan anak berusia dini, padahal usia dini
merupakan masa golden age nya. Adapun kekurangan pengetahuan ini, jelas akan sangat mempengaruhi perkembangan kesehatan, emosi, sosial, dan intelektual sang anak.
Angka Partisipasi Sekolah Angka partisipasi sekolah (APS) merupakan indikator bidang pendidikan, yang dapat mengukur partisipasi masyarakat dalam mengikuti pendidikan pada berbagai kelompok usia sekolah. Pemerintah berharap APS semua kelompok usia sekolah, setiap tahun selalu mengalami peningkatan. Hal ini karena peningkatannya itu menunjukkan semakin banyaknya masyarakat yang telah memperoleh layanan pendidikan.
Berdasarkan data Susenas 2023, terlihat bahwa APS penduduk usia 7-18 tahun
di Kota Tangerang Selatan tidak berbeda jauh apabila dibandingkan dengan tahun 2022 Kondisi yang demikian menjadi penanda bagi meningkatnya akses penduduk terhadap layanan pendidikan dasar dan
menengah. Besar kemungkinan, peningkatan APS nya disebabkan oleh bertambahnya anggaran belanja pemerintah daerah terkait fungsi pendidikan. Dalam hal ini, biaya pendidikan SD dan SMP sudah ditanggung oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan, sementara untuk siswa-siswa SMA/SMK
ditanggung oleh Pemerintah Provinsi Banten. APS Kota Tangerang Selatan pada tahun 2023 berdasar kelompok umur, lebih tinggi untuk usia 7-12 dan 13-15 tahun. Usia ini setara dengan jenjang
pendidikan SD dan SMP. Hal ini dimungkinkan karena ketersediaan bangunan sekolah untuk jenjang pendidikan ini lebih merata dan mencukupi. Bahkan,
untuk jenjang pendidikan SD telah tersedia sampai tingkat desa/kelurahan. Biaya pendidikannya, kebanyakan juga gratis sehingga masyarakat sangat mudah untuk mengaksesnya.
Sementara untuk usia 16-18 tahun atau jenjang pendidikan menengah, nilai APS nya lebih rendah dibanding kelompok usia yang lain. Hal ini dimungkinkan karena jumlah fasilitas untuk jenjang ini lebih sedikit. Di sisi lain, mereka yang berusia 16 tahun ke atas, secara legal formal memang sudah boleh bekerja. Oleh karena itu, banyak penduduk yang berada pada kelompok usia tersebut,
lebih memilih bekerja daripada bersekolah. Terlebih lagi, mereka yang berasal dari keluarga miskin, yang memang harus membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Kenaikan nilai APS di Kota Tangerang Selatan dimungkinkan karena semakin meningkatnya ketersediaan sarana dan
prasarana fasilitas pendidikan. Implikasinya, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang juga berarti daya saing Kota Tangerang Selatan mengalami peningkatan.
Ketenagakerjaan di kota tangerang selatan
Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Sayangnya, cukup banyak permasalahan dalam bidang ketenagakerjaan yang harus mendapat perhatian, diantisipasi dan diselesaikan oleh Pemerintah. Permasalahan tersebut antara lain adalah
tingginya tingkat pengangguran, sedikitnya penciptaan lapangan kerja, rendahnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja, dan sebagainya. Bidang ketenagakerjaan adalah bagian dari upaya pengembangan sumber daya manusia, yang memegang peranan penting dalam mewujudkan
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Oleh karena itu, pembangunan di bidang ketenagakerjaan diarahkan untuk memberikan kontribusi nyata dan terukur dalam rangka peningkatan kesejahteraan pekerja. Di sisi lain, data dan informasi ketenagakerjaan sangat penting bagi penyusunan kebijakan pemerintah, dalam rangka pembangunan nasional dan untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan. Hal ini karena kebijakan, strategi dan program ketenagakerjaan yang tepat, sangat ditentukan oleh ketersediaan data dan informasi ketenagakerjaan. Konsep ketenagakerjaan yang digunakan oleh BPS merujuk kepada The Labor Force Concept, yang menjadi rekomendasi dari International Labour Organization (ILO). Konsep ini membagi penduduk menjadi dua kelompok, yaitu penduduk usia kerja (usia 15 tahun ke atas) dan bukan usia kerja.
Penduduk usia kerja juga dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan kegiatan utama yang dilakukan, yakni angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari dua bagian yaitu bekerja dan mencari pekerjaan (pengangguran). Sementara bukan angkatan kerja mencakup
sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran Terbuka
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) adalah indikator ketenagakerjaan yang menggambarkan persentase penduduk usia kerja, yang tergolong sebagai angkatan kerja. Dengan kata lain, TPAK mengukur keterlibatan aktif penduduk dalam kegiatan ekonomi. TPAK diperoleh dari perbandingan
jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja
Sementara penganggur atau pengangguran terbuka didefinisikan sebagai orang yang sedang mencari pekerjaan, atau yang sedang mempersiapkan usaha, atau juga yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin lagi mendapatkan pekerjaan, termasuk juga mereka yang baru mendapat
kerja tetapi belum mulai bekerja. bAngka TPT Kota Tangerang Selatan selama setahun terakhir ini mengalami penurunan (Tabel 4.1). Pada tahun 2023, TPT Kota Tangerang Selatan sebesar 5,81 sedangkan pada tahun 2022 sebesar 6,59. Diamati menurut jenis kelamin, terlihat bahwa angka TPT perempuan lebih tinggi dibandingkan TPT laki-laki. Pada tahun 2023, angka TPT laki-laki sebesar
4,88 sementara angka TPT perempuan sebesar 7,55. Hal ini dimungkinkan karena kondisi ekonomi mulai membaik, sehingga masyarakat bisa mendapatkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tingkat Pengangguran dan Pendidikan Pendidikan yang tinggi menjadi jembatan untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, akan berdampak kepada tingginya harapan dan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan tingkat pendidikannya. Namun, keterbatasan lapangan kerja yang tersedia menyebabkan mereka tidak terserap pada lapangan usaha, yang sesuai dengan tingkat pendidikannya Adapun lulusan diploma dan universitas, tingkat penganggurannya masih agak tinggi dibanding dengan jenjang pendidikan yang lain selain SMA. Hal ini dimungkinkan karena mereka sepertinya memilih-milih pekerjaan,
tentunya sesuai dengan tingkat pendidikan dan upah yang diharapkannya. Kondisi yang demikian setidaknya terlihat dari masih adanya penganggur di antara mereka. Pada tahun 2022, Tingkat Pengangguran Terbuka untuk tingkat pendidikanSMA dan diploma/sarjana mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Hal ini dimungkinkan karena pada tahun 2020 dan 2021 masih
terjadi pandemi covid yang berdampak pada rendahnya penyerapan tenaga kerja. Sementara pada tahun 2022, kondisi perekonomian mulai membaik sehingga penyerapan tenaga kerja meningkat yang menyebabkan berkurangnya angka pengangguran. Lapangan Usaha dan Status Pekerjaan Utama
Distribusi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha pekerjaan utama merupakan salah satu ukuran untuk melihat potensi suatu lapangan usaha dalam penyerapan tenaga kerja. Ukuran ini memberikan gambaran lapangan usaha mana saja yang dominan menyerap tenaga kerja dan sebaliknya.
Dengan demikian, bila pemerintah ingin menerapkan kebijakan di bidang ketenagakerjaan, dapat fokus kepada lapangan-lapangan usaha tertentu, sesuai dengan tujuan kebijakan tersebut.
ada empat lapangan usaha yang sangat dominan dalam penyerapan tenaga kerja di Kota Tangerang Selatan. Keempat lapangan usaha ini adalah lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
reparasi/perawatan mobil-sepeda motor, penyediaan akomodasi dan makan minum, transportasi dan perdagangan serta jasa lainnya. Dari keempat lapangan usaha ini, lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum, yang penyerapan tenaga kerjanya mengalami peningkatan. Hal ini
dimungkinkan karena dampak pandemi covid mulai berkurang, sehingga usaha akomodasi dan makan minum yang sebelumnya sempat mengalami penurunan pendapatan mulai menggeliat lagi.
Selain penyediaan makan dan minum, lapangan usaha lain yang mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja yaitu industri pengolahan, konstruksi, jasa keuangan dan asuransi, jasa perusahaan, administrasi pemerintahan dan jasa kesehatan. Sedangkan lapangan usaha real estate, informasi
komunikasi, jasa pendidikan dan jasa lainnya mengalami penurunan. Menurunnya lapangan usaha real estate dimungkinkan karena semakin naiknya harga perumahan di Kota Tangerang Selatan, sehingga
menyebabkan kemampuan daya beli masyarakat menurun.
Selain berdasarkan lapangan usaha, penduduk yang bekerja juga bisa diamati menurut status pekerjaan utamanya. Status pekerjaan utama ini, selanjutnya digunakan sebagai pendekatan untuk menyusun dua kelompok kegiatan ekonomi, yakni formal dan informal. Kegiatan ekonomi formal terdiri dari mereka yang berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar dan mereka yang berstatus buruh/karyawan/pegawai. Adapun sisanya, digolongkan ke dalam kegiatan informal.
mayoritas pekerja
di Kota Tangerang Selatan bekerja pada sektor ekonomi formal. Terutama yang berstatus Buruh/Karyawan/Pegawai. Pada tahun 2023 persentase pekerja yang bekerja di sektor formal mengalami sedikit peningkatan dibanding tahun 2022. Kondisi yang demikian menjadi penanda bagi
meningkatnya sektor ekonomi formal. Meningkatnya sektor ekonomi formal, terlebih pekerja yang bekerja sebagai buruh/karyawan/ pegawai, hal ini disebabkan oleh mulai naiknya kegiatan atau kinerja usaha industri pengolahan, yang ditandai oleh meningkatnya persentase pekerja pada lapangan usaha tersebut. Sebaliknya, sektor ekonomi informal justru mengalami sedikit penurunan. Namun penurunannya tidak terlalu signifikan. Di sektor informal, pekerja bebas mengalami penurunan jumlah. Hal ini dimungkinkan karena semakin membaiknya perekonomian, sehingga pekerja yang sebelumnya sebagai pekerja bebas, sekarang bisa bekerja di tempat yang lebih layak dan tidak menjadi pekerja bebas lagi. Jumlah Jam Kerja Dalam mengukur tingkat produktivitas tenaga kerja dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan pendekatan jumlah jam kerja. Penggunaan pendekatan ini dilakukan dengan asumsi bahwa semakin lama jumlah jam kerja yang digunakan untuk bekerja, akan semakin banyak jumlah barang/jasa yang dihasilkan. Dengan kata lain, pekerjanya akan
semakin produktif. Berdasarkan lama jam kerja pula, penduduk yang bekerja dapat digolongkanmenjadi empat kategori, yaitu sementara tidak bekerja, pekerjan penuh,setengah penganggur, dan pekerja paruh waktu. Yang dimaksud sementara tidak bekerja adalah pekerja yang memiliki pekerjaan, namun selama seminggu terakhir sedang tidak bekerja. Adapun pekerja penuh ialah penduduk yang bekerja selama seminggu yang lalu, dengan jumlah jam kerja minimal 35 jam
Setengah menganggur dan pekerja paruh waktu, pada prinsipnya adalah penduduk yang bekerja selama seminggu yang lalu, namun memiliki jumlah jam kerja kurang dari 35 jam. Hanya saja, setengah menganggur masih berusaha mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan.
Sebaliknya pekerja paruh waktu, tidak lagi mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain. Tabel 4.3, menyajikan data persentase penduduk yang bekerja menurut kategorisasi lama jam kerja dan jenis kelamin. Terlihat bahwa persentase pekerja berkategori pekerja penuh meningkat dari 64,23 persen menjadi 70,75 persen pada Agustus 2022. Selanjutnya, dengan mengasumsikan
tingkat produktivitas bergantung kepada lamanya jam kerja, dapat dikatakan bahwa produktivitas pekerja di Kota Tangerang Selatan secara umum telah mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya persentase pekerja penuh.
Diamati menurut jenis kelamin, pekerja berkategori paruh waktu banyak dilakukan oleh perempuan. Hal ini dapat dipahami, mengingat sebagian besar perempuan yang bekerja mempunyai peran ganda yaitu juga mengasuh anak. Sehingga mereka akan memilih pekerjaan yang tidak terlalu mengikat secara waktu.
Kemiskinan dan Ketimpangan di kota tangerang selatan
Kemiskinan masih menjadi masalah kronis di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara berkembang. Oleh karena itu, kemiskinan yang sebelumnya menjadi tujuan utama agenda pembangunan “Millennium Development Goals (MDGs)”, kembali menjadi tujuan utama dalam “Sustainable Development Goals (SDGs)“. Terkait kemiskinan ini, SDGs menargetkan penghapusan kemiskinan dalam berbagai bentuk di wilayah manapun pada tahun 2030. Kemiskinan di Indonesia juga selalu menjadi prioritas pemerintah, sehingga menjadi agenda rutin dalam Rencana Pembangunan Nasional. Dalam Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024, Pemerintah
menargetkan tingkat kemiskinan dapat turun menjadi 6%—7% pada 2024 dari angka baseline 9,45% pada 2019. Adapun program-program intervensi yang dilaksanakan saat ini menurut Presiden Joko Widodo (Kemenkeu, 2020), meliputi program pengurangan beban penduduk miskin, bantuan tunai bersyarat atau Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan kartu sembako. Disamping itu, dari sisi pemberdayaan income generating untuk warga miskin, ada Kredit Untuk Rakyat (KUR), Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar), Bank Wakaf Mikro, Dana Desa, dan Ultra Mikro (UMI). Bahkan ada pula, program pengentasan kemiskinan lewat BUMN dan Corporate Social
Responsibility (CSR) swasta.
Meskipun demikian, permasalahan kemiskinan memang tidak dapat teratasi dengan mudah. Hal ini karena, kemiskinan adalah persoalan multi dimensi byang mencakup berbagai aspek kehidupan, tidak hanya sisi ekonomi, tetapi juga sosial dan budaya. Untuk mengetahui perkembangan tingkat kemiskinan di suatu wilayah, digunakan indikator kemiskinan. Indikator tersebut antara lain mencakup garis kemiskinan (GK), persentase penduduk miskin (P0), indeks kedalaman kemiskinan (P1), dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Keempat indikator ini juga digunakan sebagai alat perencanaan dan indikator target pencapaian, serta bahan untuk evaluasi program penanggulangan kemiskinan. Adapun data kemiskinan yang digunakan bersumber dari Susenas bulan Maret.
Perkembangan Garis Kemiskinan
Kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar, baik makanan maupun bukan makanan. Penghitungan angka kemiskinan menggunakan garis kemiskinan yang diperoleh dari data pengeluaran, sebagai batas antara penduduk miskin dan tidak miskin. Garis kemiskinan terdiri dari dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan bukan makanan. Garis kemiskinan makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan, dihitung berdasarkan 52 komoditi kebutuhan dasar makanan yang disetarakan dengan 2.100 kalori per kapita per hari. Adapun garis kemiskinan bukan makanan adalah nilai pengeluaran
atau kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan, yang dihitung berdasarkan 36 komoditi kebutuhan dasar bukan makanan. Adapun penduduk miskinnya, didefinisikan sebagai penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan di Kota Tangerang Selatan dalam tiga tahun terakhir, terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2021, garis kemiskinan Kota Tangerang
Selatan mencapai 665.610 rupiah per kapita sebulan, kemudian secara bertahap meningkat mencapai 712.717 rupiah per kapita sebulan pada 2022, dan 782.543 rupiah per kapita sebulan pada 2023. Meningkatnya garis kemiskinan ini terjadi seiring dengan naiknya harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat. Selain itu, adanya perubahan selera atau gaya hidup, yang mengubah pola konsumsi rumah tangga juga turut mendorong naiknya garis kemiskinan.
Perkembangan Penduduk Miskin
Tingkat kemiskinan atau persentase penduduk miskin di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2023 sebesar 2,57 persen. Mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2022 sebesar 2,50 persen.
Sejalan dengan persentase penduduk miskin, jumlah penduduk miskin di Kota Tangerang Selatan juga menunjukkan peningkatan pada tahun 2023 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jumlah penduduk miskin di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2023 sebanyak 46,31 ribu jiwa. Kondisi ini
meningkat dibandingkan tahun 2022 sebanyak 44,29 ribu jiwa.
Tingkat kemiskinan Kota Tangerang Selatan merupakan terendah kelima secara nasional setelah Kota Sawah Lunto, Kota Balik Papan, Kota Depok dan Kabupaten Banjar yaitu sebesar 2,27 persen, 2,31 persen, 2,38 persen dan 2,44 persen. Untuk wilayah Jabodetabek, Kota Tangerang Selatan merupakan
kota dengan tingkat kemiskinan terendah sebelum kota Depok yang tingkat kemiskinannya sebesar 2,38 persen. Rendahnya tingkat kemiskinan ini, bukan berarti masalah kemiskinan tidak lagi
menjadi prioritas utama. Pengentasan kemiskinan tetap menjadi program prioritas, karena hidup yang layak menjadi hak semua orang dan inilah yang ingin diwujudkan oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Indeks Kedalaman dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan, bukan hanya sekadar mengukur berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah
tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Oleh karena itu, selain menurunkan jumlah dan persentase penduduk miskin, kebijakan ipenanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Untuk mengukur tingkat kedalaman kemiskinan digunakan indeks kedalaman ikemiskinan (Poverty Gap Index, P1). P1, akan melihat rata-rata jarak pengeluaran per kapita penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin besar nilai P1, semakin jauh jaraknya terhadap garis kemiskinan. Sementara indeks keparahan kemiskinan (Poverty Severity Index, P2), adalah indikator untuk mengukur tingkat kedalaman kemiskinan. P2, dapat menunjukkan sebaran pengeluaran penduduk miskin. Semakin tinggi nilai P2, semakin tinggi
pula ketimpangan pengeluaran di antara sesama penduduk miskin. P1 dan P2 dapat menunjukkan kualitas dari kemiskinan di suatu daerah
Berdasarkan data yang ada pada Tabel 7.2, terlihat bahwa indeks kedalaman kemiskinan pada tahun 2023 sebesar 0,45, meningkat dibandingkan tahun 2022 yang nilai indeks kedalaman kemiskinannya sebesar 0,32. Adapun, indeks keparahan kemiskinan pada tahun 2023 meningkat dibandingkan
dengan tahun 2022 yaitu sebesar 0,07. Meningkatnya indeks kedalaman kemiskinan selama periode 2021-2023, menjadi penanda bahwa rata-rata pengeluaran per kapita penduduk miskin pada periode tersebut semakin menjauhi garis kemiskinan. Begitu pula tingkat kesenjangan pengeluaran per kapita antar penduduk miskinnya, yang pada saat bersamaan semakin menyempit, yang ditandai oleh meningkatnya indeks keparahan kemiskinan.
Meningkatnya angka P1 ini,disebabkan oleh naiknya pendapatann penduduk miskin. Besaran kenaikannya, juga melebihi besaran kenaikan garis kemiskinan. Imbasnya, jumlah dan persentase penduduk miskin mengalami penurunan. Di sisi lain, kenaikan pendapatan yang diterima penduduk miskin tersebut kemungkinan terjadi secara lebih merata. Oleh karena itu,Tingkat kesenjangan atau indeks keparahan kemiskinannya menjadi berkurang, Dengan demikian, kualitas hidup penduduk miskin di Kota Tangerang Selatan selama setahun terakhir mengalami peningkatan
Menanti perubahan 5 tahun ke depan untuk kota tangerang selatan yang lebih baik lagi
0 Komentar