Faktanya sebelum kita dan pasangan sah bercerai dan menjelaskan perpisahan, anak sudah merasakan ‘kehancuran’ itu, kok. Kita perlu mengakui, anak memang lebih pintar dari apa yang kita bayangkan.
Mereka pasti bertanya-tanya. Kok Ayah dan Ibu marah terus? Kok mereka menjauh ya? Kenapa Ayah udah nggak pernah mau makan bareng lagi? Ibu cuek banget sama Ayah. Dan berbagai pertanyaan lainnya yang terkait dengan perselisihan dalam rumah tangga.
Melihat kondisi keluarga yang membingungkan, si Kecil nggak berani untuk bertanya. Takut kena marah karena Ayah dan Ibu sering bertengkar, nggak tahu mulai nanya dari mana. Sampai akhirnya anak memendam rasa bingung dan sedihnya sendirian.
Iya, sendirian. Belum lagi pada umumnya saat konflik rumah tangga terjadi, orang tua mulai kurang memberikan perhatian. Nggak hadir sepenuhnya untuk memenuhi tanggung jawab sebagai orang tua.
Melansir VeryWellFamily, anak-anak mengalami kesulitan yang paling berat bahkan dalam waktu beberapa tahun setelah perceraian orang tua. Dampak besar ini, lebih dialami oleh anak-anak yang berusia 7 sampai 14 tahun, sebab mereka sudah mulai mengenal pola hubungan manusia.
Sedangkan emosional akibat perceraian orang tua belum mempengaruhi anak usia di bawah 7 tahun. Ini dikarenakan usianya yang masih kecil dan belum mengenal tentang hubungan.
Sering kali kita menganggap, yaudah anak masih kecil belum ngerti urusan orang tua. Ya, mereka nggak ngerti, tapi mereka punya perasaan.
Psikolog Roslina Verauli menjelaskan, bahwa ada berbagai tahap yang akan dilewati si Kecil saat kita bercerai. Maka itu, Parents harus memahaminya supaya anak nggak terlantar dan terkena psikis saat kita dalam proses cerai.
Bumin rangkum berdasarkan penjelasan Mbak Vera ya, tentang menjelaskan perceraian pada anak, beserta tahapannya.
- Sebelum perceraian
Tadi Bumin sempat kasih bayangan, seperti apa yang dirasakan si Kecil ketika orang tuanya mulai memasuki tahap perceraian. Menurut Mbak Vera sapaan akrabnya, di saat itu orang tua sedang nggak bisa mengendalikan emosinya.
Biasanya dua tahun sebelum perceraian akan ada banyak konflik dalam hubungan. Kita paham ketika hubungan ada masalah, rasanya sulit untuk fokus dengan apa yang dikerjakan, termasuk dalam mengurus dan memberi perhatian si Kecil.
Jadi memberikan penjelasan apa yang sedang terjadi itu perlu, tujuannya supaya anak nggak merasa kebingungan dan terjebak dalam keluarganya sendiri. Mereka bisa ngerti, bahwa Ayah dan Ibu sedang berada di situasi yang kurang baik.
Ajak si Kecil diskusi, jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, lalu perbolehkan anak untuk bertanya. Sebagai anak, ia berhak untuk mendapatkan penjelasan mengenai hubungan orang tuanya baik itu menyenangkan atau menyedihkan.
Usahakan menjelaskan hal ini dengan pasangan, nggak hanya Ayah atau Ibu aja. Kalau memang hubungan sudah memburuk sampai nggak ingin bertemu lagi, setidaknya berjuanglah untuk memberikan penjelasan pada anak secara bersama-sama.
- Transisi pasca perceraian
Setelah bercerai bukan berarti masalah selesai seperti dihempas angin, ya. Kita dan keluarga harus beradaptasi lagi dengan kondisi baru. Yang tadinya dekat sama keluarga pasangan terus jadi berjarak, yang tadinya di rumah ada sosok Ayah/Ibu sekarang nggak ada.
Menurut Mbak Vera, umumnya di masa transisi itu, masing-masing pasangan menunjukkan respons yang berbeda. Biasanya Ibu (perempuan) akan menampilkan respons emosional seperti kelihatan banget depresi, stres berkepanjangan, suka marah dan nangis seharian.
Sedangkan Ayah (laki-laki) lebih menampilkan behaviour. Ayah menjauh dari anak, lebih memilih untuk sibuk bekerja, pokoknya apapun yang menunjukkan perubahan sikap.
Terus, di fase ini anak-anak gimana? Perceraian pada anak pun nggak kalah menyakitkan, melihat orang tua yang berubah jadi saling menjauh bahkan sampai menghujat.
Nggak menutup kemungkinan si Kecil akan ikut emosional dan stres, sebab pada akhirnya anak akan bingung harus bersama Ayah/Ibu. Apalagi kalau perceraian nggak berjalan mulus, pasangan saling menjelekkan di depan anak.
Belum lagi kalau adanya perebutan hak asuh. Setelah itu, si Kecil diberikan ultimatum untuk memilih mau ikut Ayah/Ibu. Setelah itu, anak nggak akan pernah mendapatkan perhatian dari salah satu orang tuanya. Misalnya Ayah nggak pernah hadir lagi meski dalam momen penting.
Berdasarkan pengalaman praktik Mbak Vera, banyak anak yang dijadikan alat untuk balas dendam karena perceraian. Anak yang paling disayang Ayah ‘diambil’ oleh Ibunya dan nggak boleh bertemu lagi. Ada juga yang sampai putus sekolah, akibat Ayah nggak memberikan nafkah karena Ibu nggak kasih izin untuk Ayah dan anak bertemu.
Belum lagi kalau sampai harus pindah sekolah. Bayangin si Kecil harus berpisah sama teman-teman baik lamanya, orang tua berpisah, lalu dia harus bisa adaptasi dengan lingkungan baru. Belum lagi kalau mengalami kemerosotan ekonomi setelah orang tua bercerai.
- Dampak jangka panjang
Pada umumnya, anak-anak yang orang tuanya bercerai akan mempengaruhi kesehatan mentalnya. Tapiii, nggak semua kayak gitu kok. Justru anak-anak dianggap lebih mudah menyesuaikan keadaan usai perceraian asalkan diberikan support yang tepat.
Meskipun ada yang masih merasa terganggu atas perceraian, kemungkinan dalam waktu satu sampai dua tahun sudah bisa kembali menyesuaikan diri. Alasannya, anak-anak belum memiliki nalar yang cukup panjang terutama si Kecil yang masih di bawah umur.
Berbeda, kalau Ibu / Ayah bercerai pasti udah banyak banget yang dipikirin. Dari mulai status sosial, menghapus kenangan bersama pasangan, kehidupan ke depannya, dan masihh banyak lagi.
Menurut Mbak Vera, berdasarkan dari beberapa data menunjukkan kalau anak-anak lebih tangguh dalam perceraian. Memang ada juga anak-anak yang emosionalnya kerasa banget, sampai nggak mau sekolah dan nggak ada rasa semangat hidup.
Perceraian bukan kita dan pasangan aja yang hancur tetapi juga keluarga termasuk anak. Ingat ‘kan, katanya kalau menikah itu artinya kita juga menikah dengan pasangan dan keluarganya. Begitu juga dengan perceraian.
Anak sebagai “buah” pernikahan akan menjadi hasil dari kebahagiaan atau kehancuran rumah tangga yang kita bangun dengan pasangan. Bercerai bukan satu-satunya solusi, tapi terkadang ini menjadi jalan keluar yang paling baik.
Banyak ya, orang bilang, bercerai itu tanda nggak sayang dan nggak mikirin anak. Jangan salah, daripada anak ngeliat Ayah dan Ibunya bertengkar, KDRT, saling selingkuh, lebih baik bubar untuk melindungi anak.
Walaupun sebenarnya perasaan anak sudah terluka, setidaknya nggak tersayat terlalu dalam ya, Parents. Setelah bercerai, semua sudah dijelaskan, dan sudah tahu anak akan ikut dengan siapa, selanjutnya kita perlu memastikan kesehatan mental anak.
Berikut Bumin sebutin yaa.. Mudah-mudahan ini bisa menjadi perhatian para Parents bila akan mengalami perceraian.
Masalah perilaku
Seperti yang tadi sempat dijelaskan Mbak Vera, nggak semua anak korban perceraian memiliki masalah dalam mental dan perilakunya. Tetapi pada umumnya, si Kecil akan mengalami lebih banyak konflik dengan teman sebaya atau menjadi pribadi yang cenderung negatif.
Menurunnya prestasi akademik
Mbak Vera sempat jelasin juga nih, kalau pasca perceraian prestasi akademik si Kecil bisa menurun drastis. Apalagi kalau sampai anak harus pindah sekolah karena terpaksa mengikuti salah satu orang tuanya.
Bayangin, udah orang tua berpisah, dia juga harus berpisah sama teman-teman dekatnya, dan harus memulai lingkungan baru dengan suasana hati yang berantakan. Sebuah penelitian pada 2019, anak-anak dari keluarga bercerai cenderung menurut secara prestasi akademik,
Perilaku berisiko
Ini biasanya terjadi pada anak yang mulai remaja, Parents. Remaja dengan orang tua yang bercerai lebih mungkin terlibat dalam perilaku berisiko, seperti penggunaan narkoba bahkan sampai aktivitas seksual dini.
Setelah kita bahas soal perceraian yang memberikan efek negatif ke si Kecil dari mulai tahapan perceraian sampai ke masalah perilaku. Memang perceraian itu sebaiknya dihindari, tapi bagaimana kalau kita sudah nggak bisa bertahan lagi?
Ada rasa nggak tega anak ngeliat kita bertengkar sama pasangan, si Kecil ikut tersakiti terus padahal nggak tahu apa-apa. Sampai akhirnya bercerai jadi jalan yang terbaik.
Sebelum memutuskan untuk bercerai, banyak hal yang harus dipikirkan. Namun usahakan untuk mengutamakan kesehatan mental kita, terutama si Kecil. Sehingga proses perceraian bisa berjalan dengan tenang dan nggak memberikan luka yang lebih dalam.
Apa saja yang harus kita lakukan pada si Kecil saat akan proses cerai? Berikut penjelasan dari psikolog Roslina Verauli.
Edukasi anak tentang perceraian
Parents harus bersikap terbuka pada anak, ceritakan alasan apa yang sampai membuat sampai bercerai, namun menggunakan ucapan sederhana yang dimengerti si Kecil, yah. Misalnya nggak dijelaskan dengan baik atau orang tua berbohong, tentu akan mempengaruhi dampak negatif pada psikis anak.
Meminta maaf ke anak sama seperti memberi simpati terhadap kondisi yang dia alami. Kita minta maaf karena ia nggak punya keluarga yang harmonis dan lengkap. Tapiii, kita bisa berikan komitmen kok, kalau kita akan tetap selalu sayang dan memberikan si Kecil perhatian.
Orang tua peka pada perubahan emosional & perilaku anak
Pasca perceraian memang kita dirundung dengan perasaan sedih yang dalam. Berikan waktu itu beberapa hari untuk Parents, namun pastikan si Kecil nggak merasakan kesedihan itu juga. Maka ada baiknya anak dititipkan ke Nenek dan Kakek atau kerabat dekat yang kita percaya.
Setelah memberikan waktu pada diri sendiri, kita harus move on untuk memastikan anak dalam kondisi dan perilaku yang stabil. Nggak merasa kekurangan setelah orang tuanya bercerai, pastikan kita selalu hadir dalam hari-harinya dan saat anak membutuhkan perhatian.
Jadi sebelum peka terhadap perubahan emosional dan perilaku anak, selesaikan dulu diri kita dari kesedihan. Kuatkan hati demi kesehatan psikis si Kecil untuk masa depannya.
Orang tua meminimalisir perubahan kehidupan pada anak
Dari yang tadinya punya pasangan, terus nggak punya itu rasanya beda banget yah. Kadang ada pikiran untuk cari pelarian baik itu dengan punya pasangan baru, lebih banyak bekerja, bahkan sampai ke mengonsumsi alkohol.
Parents, pikirkan lagi anak, anak, dan anak. Kita nggak mau ‘kan jadi orang tua yang menghancurkan hidup anak? Perceraian padaSudah cukup dengan ia mempunyai orang tua yang berpisah, jadi jangan ditambah lagi bebannya.
Setelah bercerai, tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Menyiapkan sarapan anak, menemaninya sekolah, jadi teman bermain. Ini akan membuat si Kecil merasa apa yang terjadi nggak mengganggu orang tuanya, ia tetap merasa penuh dan bahagia.
Bayangin kalau misalnya tiba-tiba Parents udah bawa pasangan baru, kelihatan kusut, nggak ada semangat hidup. Si Kecil akan merasa bahwa kehadirannya ‘ditolak’ oleh orang tuanya, merasa perceraian ini disebabkan dirinya, selain itu ada rasa ingin kabur dari kehidupan yang ada.
Parents, sekarang udah paham yah, apa aja yang harus kita pikirin saat akan bercerai dan sesudahnya. Bukan hanya harta gono-gini aja, tapi juga kesehatan mental anak, setiap anak itu berhak bahagia apapun kondisi keluarganya.
Ketika transisi akan bercerai, ajak si Kecil untuk ngobrol mengenai hubungan Ayah dan Ibunya yang akan berpisah, pastikan anak akan mendapat kasih sayang yang sama dari sebelum perceraian. Sesudah bercerai, tepati janji yang kedua tadi, dan kurangi perubahan sikap di depan anak.
Mudah-mudahan si Kecil akan lebih mudah menerima keadaannya yang baru. Menurut penelitian, anak lebih tangguh dalam menghadapi perceraian orang tuanya, tetap dengan adanya dukungan lingkungan, ya.
Kalau semuanya terasa beraaaat bangeet dan nggak sanggup jalaninnya untuk tetap kasih perhatian buat si Kecil, kita konsultasi ke psikolog aja, yuk. Supaya luka batin yang ada pelan-pelan bisa sembuh dan nggak memberikan dampak ke anak.
Semangat ya, Parents. Hidup ini memang nggakl ada yang sempurna but you are not alone, setiap orang pasti punya masalahnya masing-masing
0 Komentar