Sebelum mengambil langkah hukum, ada baiknya persoalan ini diselesaikan secara musyawarah dan mufakat. Jika tetap tidak direspons, maka bisa anda bisa menggunakan hak untuk mengajukan ganti rugi akibat perbuatan orang lain sepanjang syarat-syarat yang ditentukan terpenuhi.
Memasuki awal tahun, hujan tumpah dengan cukup deras di beberapa daerah di Jabodetabek. Untuk daerah-daerah padat penduduk, air hujan dari atap tetangga bisa saja tumpah ke tanah pekarangan. Bahkan terkadang dalam beberapa kasus, atap tetangga melewati batas tanah yang sudah ditentukan, sehingga saat turun hujan, airnya akan mengalir masuk ke halaman pekarangan milik orang lain atau tetangga sebelah.
Tak sedikit situasi ini membuat pemilik rumah/halaman menjadi jengkel. Apalagi jika bertemu dengan tetangga yang minim responsif, hal ini bisa memicu konflik antara kedua belah pihak. Padahal sedianya, masalah ini bisa diselesaikan secara baik-baik jika kedua pihak saling menghormati dan paham akan hak dan tanggung jawab masing-masing pihak.
Andai, Anda berada dalam masalah seperti ini dan sudah melakukan komunikasi untuk mencari jalan keluar namun tetap sia-sia, maka sekiranya apa langkah hukum yang bisa dilakukan?
Dikutip dalam artikel Klinik Hukumonline bertajuk “Terganggu Tumpahan Air Hujan dari Atap Tetangga” yang disarikan oleh Dr. Muhammad Yasin, S.H., M.H., pada prinsipnya ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menyampaikan keluhan kepada tetangga, sebelum menempuh jalur hukum.
Pertama, menyampaikan gangguan atas tumpahan air hujan dari atap tetangga bisa disampaikan secara baik-baik. Bagaimanapun, ketenteraman hidup dengan tetangga banyak manfaatnya bagi kita, tak hanya dalam hubungan sosial tetapi juga hubungan hukum. Saksi-saksi atas perjanjian atau saksi yang melihat suatu peristiwa di sekitar rumah kita umumnya adalah tetangga.
Di daerah dengan pemukiman padat, menghindari rembesan air hujan dari atap rumah tetangga semakin sulit dihindari, sehingga sering dianggap biasa. Biasanya dibuat saluran pembuangan air hujan agar tidak mengganggu, baik saluran (talang) yang melekat di atap rumah maupun berupa saluran pembuangan saja.
Dalam hal ini, Anda mungkin bisa mendiskusikan atau musyawarahkan solusi ini dengan tetangga, meminta tetangga membuat saluran/talang khusus agar air hujan tidak langsung jatuh ke pekarangan Anda.
Jika tetangga tak menanggapi, maka langkah selanjutnya yang bisa anda lakukan adalah dengan menyampaikan lewat forum rembug warga atau Ketua RT setempat. Jika tidak ditanggapi juga, dan Anda benar-benar merasa sangat dirugikan, langkah hukum dapat digunakan. Apalagi jika tumpahan air hujan dari atap tetangga itu membuat pekarangan dan rumah Anda banjir.
Jika demikian halnya, Anda dapat memakai saluran hukum. Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) memberikan hak kepada seseorang untuk mengajukan ganti rugi akibat perbuatan orang lain sepanjang syarat-syarat yang ditentukan terpenuhi.
Dalam praktek pengadilan di Indonesia, gangguan terhadap ketenteraman hidup dalam bertetangga juga bisa menjadi salah satu dasar untuk mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (Rosa Agustina, 2003: 195).
Pasal 652 KUHPerdata ini bisa Anda jadikan rujukan:
“Tiap-tiap pemilik pekarangan harus mengatur pemasangan atap rumahnya sedemikian rupa sehingga air hujan dari atap itu jatuh di pekarangannya atau di jalan umum. Jika yang terakhir ini tidak terlarang oleh undang-undang atau peraturan pemerintah, tak boleh ia menjatuhkan itu di pekarangan tetangganya”.
Larangan bagi tetangga Anda untuk mengalirkan air ke tempat yang bukan haknya dipertegas lagi dalam Pasal 653 KUHPerdata:
“Tidak seorang pun diperbolehkan mengalirkan air atau kotoran melalui selokan-selokan di pekarangan tetangganya, kecuali ia mempunyai hak untuk itu”.
0 Komentar