Karena perbuatan terdakwa dinilai melanggar UU Pemilu serta tidak menjaga netralitas.
Sedianya aparatur sipil negara (ASN), pejabat negara hingga kepala desa mesti bersikap netral di tahun politik. Mengingat aturan dalam UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengharuskan ASN maupun kepala desa mesti memegang prinsip asas netralitas dalam pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024, terlebih di masa kampanye.
Tapi lain ceritanya, seorang Kepala Desa Langko, Lombok Barat bernama Mawardi mesti berurusan dengan pengadilan. Mawardi dituding melakukan pelanggaran pemilu sebagai kepala desa. Rupanya, Mawardi ditengarai mengampanyekan sang istri bernama Namiratul Fajriah yang maju sebagai calon anggota legislatif (Caleg) DPRD Kabupaten Lombok Barat. Diketahui Namiratul Fajriah maju dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daerah Pemilihan (Dapil) 5 Narmada. Mawardi ditengarai mengampanyekan sang istri melalui media sosial.
Duduk di kursi pesakitan, Mawardi nampak mendengarkan penuntut umum membacakan dakwaanya di ruang Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Nusa Tengara Barat (NTB), Senin (29/1/2024). Dalam dakwaanya, jaksa penuntut umum Ni Luh Putu Mirah Torisia Dewi menilai perbuatan Mawardi dianggap telah menguntungkan Namiratul Fajriah atau merugikan salah satu peserta pemilu pada masa kampanye di Dapil 5 Narmada, Kabupaten Lombok Barat.
“Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut,” ujarnya dalam dakwaan penuntut umum sebagaimana dikutip dari laman Antara.
Dalam surat dakwaannya, penuntut umum menilai perbuatan Mawardi telah melanggar UU 7/2017. Sebab Mawardi dianggap mengunggah gambar yang berisikan salah satu calon anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat nomor urut 2 dari PKB Dapil 5 Narmada Lingsar atas nama Namiratul Fajriah dengan tulisan 'Jangan lupa pilih putra/putri Desa Langko untuk berkontribusi untuk kemajuan masyarakat desa’.
Penuntut umum menerangkan kronologi perbuatan terdakwa. Menurut penuntut umum terdakwa mengunggah foto Namiratul Fajriah beserta tulisan tersebut di grup media sosial whatsApp pada 5 Desember 2023. Nah, grup whatssap bernama ‘Diskusi Lintas Generasi’ beranggotakan 112 orang.
Selanjutnya pada 6 Desember 2023, Mawardi mengunggah kembali foto istrinya di grup media sosial WhatsApp ‘Diskusi Lintas Generasi’ dengan menuliskan kalimat ‘Mari pilih Namiratul Fajriah putri terbaik Desa Langko untuk kemajuan desa kita tercinta’. Di hari yang sama, Mawardi mengunggah foto istrinya di akun media sosial Facebook pribadi bernama Mawardi Mursyid dengan menuliskan kalimat ‘Putri terbaik desa berjuang untuk kemajuan desa di wilayah kecamatan Lingsar dan Narmada semoga Allah meridai. Aamiin’.
Penuntut umum dalam surat dakwaannya menjerat Mawardi yang notabene pejabat pemerintahan yang tidak menjaga netralitasnya. Karenanya, penuntut umum menjerat Mawardi dengan Pasal 490 UU 7/2017 juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 490 UU 7/2017 menyebutkan, “Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,”.
Sebagaimana diketahui keharusan pejabat negara hingga kepala desa menjaga netralitas dalam pemilu diatur dalam Pasal 282 UU 7/2017 yang menyebutkan, “Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye”.
0 Komentar